Tuesday, January 27, 2009

Defamiliarisasi

Defamiliarisasi merupakan “keganjilan” teks sastra dalam upaya menampilkan kekhasan karya sastra. Victor Shlovsky seperti dikutip oleh Redyanto Noor menyatakan bahwa ‘Defamiliarization is found almost everywhere form is found.’ Kutipan tersebut mempunyai arti bahwa Hal-hal yang sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari diubah fungsi ataupun pemahamannya menjadi asing dan ganjil atau aneh. Tujuannya agar pembaca lebih tertarik pada bentuk, dan lebih menyadari hal-hal sekitarnya.

Pada awalnya konsep defamiliarisasi digunakan oleh kaum formalis untuk mempertentangkan karya sastra dengan kehidupan atau kenyataan sehari-hari. Kecenderungan tersebut awalnya hanya digunakan dalam puisi saja, namun di kemudian hari mereka berupaya untuk memadukan unsur defamiliarisasi ke dalam bentu karya sastra yang lain. Dalam kerutinan ajaran sehari-hari, persepsi kita dan respon kita akan realitas menjadi basi dan membosankan. Dengan kita masuk ke dalam kesadaran dramatik bahasa, sastra menyegarkan respon-respon habitual macam ini dan membuat objek menjadi lebih ‘terlibat’.

Victor Borisovick Shklovsky merupakan salah seorang pelopor formalisme. Ia mempunyai ciri khas dalam penelitiannya terhadap karya sastra, yaitu memandang karya sastra berdasarkan kesastraannya dan bukan hanya sekedar isinya saja. Sifat kesastraan ini muncul dengan cara menyusun dan mengolah bahan cerita yang bersifat netral atau biasa (fabula). Cara pengolahan atau penyulapan ini akan menghasilkan karya sastra yang indah (suzjet). Yang dimaksud dengan Fabula adalah bahan dasar berupa jalan cerita menurut logika dan kronologi peristiwa, sedangkan sjuzet merupakan sarana untuk menjadikan jalan cerita menjadi “ganjil” atau aneh. Sementara yang dianggap sebagai penyulapan dalam prosa naratif misalnya dengan pemakaian bahasa dalam teks si penutur, pergeseran prespektif, pemakaian simbol-simbol dan juga unsur yang menyangkut ‘isi’ yang harus memberi motivasi bagi penyusun cerita. (Dick Hartoko, 1989: 33)

Pusat perhatian Shklosvky dalam pandangannnya mengenai sastra ialah pengertian pengasingan atau disebut juga dengan defamiliarisasi (membuat aneh). Teknik ini membuat sesuatu yang umum dalam kehidupan kita sehari-hari, menjadi sesuatu yang aneh atau asing, sehingga untuk menangkap apa maksud sebenarnya diperlukan waktu yang agak lama.
‘The technique of art is to make objects ‘unfamiliar’, to make forms difficult,
to increase the difficulty and length of preception because the process of
perception is an aesthetic end itself and must be prolonged.’ (Davis, 1986: 55)

Sama seperti seni-seni lainnya, sastra mempunyai kemampuan untuk memperlihatkan kenyataan dengan suatu cara baru sehingga sifat otomatik dalam pengamatan dan penerapan kita didobrak. Contoh sederhana dari defamiliarisasi akan kita dapatkan dalam salah satu karya Tolstoy yang berjudul Shame. Tolstoy mengemukakan kata mencambuk tidak dengan secara langsung tetapi melalui penggambaran sebagai berikut: ‘to strip people who have broken the law, to hurl them to the floor, and to rap on their bottom with switches’ (Davis, 1986: 56). Akibat yang ditimbulkan ialah kita tidak secara langsung atau otomatis mengetahui apa yang dimaksud Tolstoy dalam kalimatnya, meskipun kata ‘mencambuk’ adalah kata yang sering digunakan dalam bahasa sehari-hari. Hanya dengan berfikir agak lama, mengolah dan menyerapnya, barulah kita dapat menyimpulkan makna penggambaran Tolstoy tadi.
‘After we see an object several times, we begin to recognize it. The object is
in front of us and we know about it, but we do not see it-hence we cannot say
anything significant about it. Art removes objects from the automatism of
perception in several ways.’ (Davis, 1986: 56)

Gaya bahasa yang menonjol atau menyimpang dari yang biasa, menggunakan teknik cerita yang baru, membuat sesuatu yang umum menjadi aneh atau asing inilah yang akan membuat karya sastra itu menjadi lebih indah dan berseni.

J.K Rowling menyegarkan dunia sastra modern dengan memasukkan konsep defamiliarisasi ke dalam karyanya. Dalam dunia Harry Potter yang diciptakan Rowling terdapat banyak sekali ‘keanehan’ yang ditampilkan, baik berupa benda, tempat, maupun peristiwa yang terjadi dalam cerita. Novel ini berpeluang untuk dianalisis dengan teknik defamiliarisasi karena cara pengolahannya terlihat jelas dalam gaya bahasa yang digunakan maupun dalam simbol.

No comments:

Post a Comment